KEDATANGAN secara tiba-tiba seorang wanita cantik berambut panjang dan berkulit putih membuat kaget warga sekampung. Terutama para adam di desa tersebut. Matanya bagaikan magnet yang membuat semua lelaki tersihir. Dia adalah Sulasih (Luna Maya).
Tidak tahu dari mana rimba Asih (panggilan dari Sulasih), yang diketahui penduduk hanya Asih adalah saudara Iwet (Edric Tjandra), salah satu warga kampung Pulo Bantal. Asih seperti mengadu nasib datang ke kampung itu dengan hanya membawa sehelai baju yang melekat di badannya.
Beruntung Asih bertemu Dodi (Agus Ringgo), pentolan grup Dodirama Band, saat sedang tampil di sebuah hajatan perkawinan. Dodi saat itu sangat membutuhkan biduan dangdut untuk menggantikan Yuli (Sarah Sechan), vokalis Dodirama yang juga istri Dodi sendiri.
Asih ditarik Dodi untuk naik ke atas panggung memberikan sumbangan suara. Ternyata kaum laki-laki terkesima bukan karena suaranya, tapi kemolekan Asih yang bikin ser2an.
Sejak bergabungnya Asih, Dodirama banyak menerima tawaran job untuk kampanye partai. Ternyata impian Asih untuk bisa bertahan hidup dengan menjadi biduan, jauh panggang dari api. Tentangan justru berasal dari Yuli. Dia merasa suaminya telah merubah haluan cintanya kini ke Asih.
Tiap hari, jam, hingga menit tak henti-hentinya warga Pulo Bantal selalu menjadikan Asih sebagai obrolan hangat, khususnya kaum laki-laki. Sebaliknya, justru kaum perempuan sangat khawatir dengan keberadaan Asih di desanya bisa mengganggu keutuhan rumah tangga mereka.
Setiap Asih sekadar jalan di lingkungan kampung, pria-pria dewasa maupun ABG selalu penasaran. Ada yang cuma sekadar memperhatikan dengan seksama, bahkan ada yang sampai mengikuti Asih ke mana pun dia pergi.
Dua ABG yang sudah beranjak puber Fadli (Esa Sigit) dan Radja (Rifat Sungkar) pun kepincut untuk bisa mendapatkan hati seorang Asih. Apapun dilakukan mereka untuk bisa menikmati keindahan tubuh dan wajah Asih. Dari mulai berimajinasi, sampai mengintip di sela-sela atap genting demi memuaskan hasrat untuk bisa melihat tubuh Asih yang aduhai.
Namun sikap Asih yang diam tanpa mau berdialog sedikit pun dengan warga sekitar, membuat warga Pulo Bantal berpikir sendiri-sendiri yang jauh dari kenyataan. Apalagi Yuli yang sudah geram dengan Asih membuat skenario dengan memprovokasi kaum ibu-ibu dengan menuduh Asih seorang pelacur dan mempunyai ilmu pelet yang bisa membuat para suami mereka akan berpaling. Akhirnya Asih tak berdaya menerima teror yang sangat kejam hingga terjadi pembakaran rumahnya.
Kata Hanung Bramantyo, sebelum membuat film Janda Kembang, inspirasi datang setelah menonton film Malena yang dibintangi Monica Belucci. Wajar jika banyak kemiripan dari mulai Luna Maya yang perannya tidak ada dialog, hanya bahasa tubuh dan mimik wajah yang diumbar untuk berkomunikasi. Kisah anak laki-laki ABG yang selalu berimajinasi mengalami kisah percintaan dengan Asih dan Asih yang merasa hidup seorang sendiri karena sang suami tidak jelas berada di mana.
Klimaks cerita film Malena dan Asih sama-sama diserang oleh kaum ibu-ibu yang terbakar api cemburu dan melakukan teror yang keji karena Asih maupun Malena digilai oleh para suami.
Jika pernah menonton Film Malena dengan setting saat Italia dipimpin seorang fasis Benetto Mussolini berperang melawan sekutu pada perang dunia II, serasa tidak ada yang istimewa di film yang di sutradarai oleh Lakonde ini. Sebab, beberapa bagian cerita mudah ditebak. Termasuk pada saat suami Asih yang diperankan Adjie Massaid bakal kembali menyatu dengan Asih.
Anti klimaks film ini, penonton akan dibawa pada perenungan yang tidak jelas tujuannya karena pasca pembakaran rumah Asih di mana Asih pingsan di dalam rumah, tidak diceritakan siapa yang menolong Asih.
Tidak ada satu orang pun yang dihukum karena berbuat teror dan ancaman pembunuhan terhadap Asih. Seakan kampung Pulo Bantal adalah negeri lain yang tidak memiliki hukum dan penindasan adalah hal yang permisif di kampung tersebut. Sangat kontras dengan kondisi Indonesia yang tidak bisa main hakim sendiri yaa..
Dengan pola pikir masyarakat Indonesia yang sudah cerdas saat ini, seharusnya sang produser bisa mengawal film ini jauh dari kesan irasional tadi. Film ini mungkin cerminan film dengan kategori yang paling buruk selama Hanung Bramantyo terlibat dalam pembuatan sebuah film.
Bandingkan dengan Malena mengusung drama serius. Di sana Monica Belucci pun bisa mengeksplorasi kemampuan akting dengan bumbu-bumbu seks yang mengumbar kemolekan setiap lekukan tubuhnya. Janda Kembang dibungkus komedi. Lumayan menghibur. Ringgo Agus Rahman, Sarah Sechan, dan Ramzy berhasil memerankan tokoh masing-masing yang khas dengan watak orang Sunda yang punya perangai kocak abizz.
Memang Monica Belucci punya kemiripan dengan Luna Maya. Sama-sama putih, cantik dan punya aura magnetis yang bisa membuat banyak pria bermimpi bisa mendampingi mereka. Peran keduanya pun sama-sama tidak mengumbar kata-kata, hanya bisa menunjukkan ekspresi sedih, kesal, marah, kecewa, dan pedihnya dikhianati.
Ya, seperti lukisan, tidak usahlah diperdebatkan. Cukup nikmati saja keindahannya...mantaabbbbb!
Pemain:
Luna Maya, Ringgo Agus Rahman, Sarah Sechan, Esa Sigit, Rifat Sungkar, Joe P Project, Ramzy, VJ Marissa Nasution, Edric Candra
Sutradara:
Lakonde
Produser:
Chand Parwez Servia
Co Produser:
Hanung Bramantyo
Produksi:
PT Kharisma Starvision Plus.
caranya : copy alamat downloadnya
(misal : http://www.4shared.com/mp3/AQ3fCUoD/03_Still_Im_Sure_We_Love_Again.htm )
paste kan ke dalam generator 4shared berikut
dan klik "generate link"
Film Janda Kembang 'bagai lukisan,hanya untuk dinikmati'
Labels:
resensi film