Kemarin malam, aku melalui sesi makan malam aku dengan seorang kolega di kantor. Ada banyak pembahasan yg mampir ke dlm sesi itu. Mulai dari betapa canggihnya music Efek Rumah Kaca, gossip-gosip label besar, sampe ke gimana cara jual rekaman yg masuk akal buat hari ini.
Ya, bisnis rekaman secara global sedang menuju kematian. Biarlah, itu jadi wewenang orang lain yg lebih punya analisa tajam buat melakukan pembahasan. aku hanya menuliskan hal-hal sederhana di sekitar aku.
Ada beberapa artikel dan kejadian yg mengusik aku buat menuliskan tulisan ini. Ya, semua yg melakukan strategi ini adalah band yg pernah mendistribusikan karya mereka secara gerilya, dlm berbagai macam cara.
Kejadian-kejadian itu adalah poin-poin di bawah ini:
1. Radiohead, yg kini sedang tidak punya label, memutuskan buat merilis versi digital download album mereka terlebih dulu ketimbang versi fisiknya. Versi digital akan dirilis pada awal Oktober. Lalu, mereka akan merilis sebuah box set yg harganya secara nominal mahal (80 Poundsterling) tapi berisi dua buah vinyl dan dua buah cd. Versi generik baru akan dirilis awal tahun 2008.
2. Santamonica, band pop asal Jakarta, memutuskan buat membuka layanan pre-order buat debut album penuh mereka. Keuntungannya, mereka yg melakukan pemesanan ini akan mendapatkan cd bonus yg tidak ada di versi generik cd mereka ntar. Kerugiannya, mereka yg ingin memesan harus membayar di depan. Ya, suka tidak suka, ini seperti membeli kucing dlm karung.
3. Zeke and the Popo, juga menawarkan hal yg kurang lebih sama, bedanya barang mereka sudah tersedia. Dengan harga tertentu, orang yg membeli bisa mendapatkan cd dlm kotak pizza dan ditambah kaos bergambar artwork kover mereka.
4. Gerai kopi Starbucks mulai masuk ke bisnis rekaman dengan membuka divisi penjualan rekaman lewat nama Hear Music. Artis pertamanya punya nama yg sangat besar, Paul McCartney. Oh ya, patut diingat, Starbucks masih tetap pada bisnis utamanya, jual kopi.
5. Hal yg sama kurang lebih berlaku dengan gerai KFC (Kentucky Fried Chicken) di Indonesia. Bedanya, Starbucks punya Paul McCartney, sementara artis-artis KFC Records (kalau tidak salah, ini nama yg mereka gunakan) berkelas butut.
6. Baru dapat gosip yg sama sekali tidak layak dipercaya relevansinya bahwa salah satu band papan atas Indonesia yg album barunya punya kover sangat jelek tapi secara materi ‘naik kelas’ harus menghadapi kenyataan bahwa retur barang album itu mencapai angka 150.000 kopi.
7. Band aku, jual debut album kami dengan harga yg berbeda ketika kami bermain langsung. Harganya lebih murah.
8. Ada sebuah label besar yg sedang melakukan penjajakan buat jual lagu-lagu mereka secara digital dengan mesin self service di gerai music konvensional.
Delapan buah kejadian di atas adalah sebuah indikasi paling mutakhir bahwa harus perlu banyak strategi buat jual rekaman dewasa ini. Ya, sudah selayaknya buat menurunkan level kepercayaan kepada gerai music konvensional. Suka tidak suka, band secara individu, harus juga ikut pro aktif dlm jual rekaman mereka.Simak apa yg dilakukan oleh Radiohead. Menurut aku, mereka berhasil mengidentifikasi diri mereka dengan baik. Mereka punya fans loyal yg akan mengkonsumsi apapun yg mereka rilis. Di satu sisi, mereka juga sangat menyadari bahwa begitu banyak orang yg mentarkan album baru mereka. yg mereka layani pertama kali adalah keingintahuan orang. Lalu, mereka akan melayani penggemar berat mereka dengan merilis boxset berharga mahal tapi punya nilai masuk akal itu. Setelah itu, baru mereka merilis versi generik yg memang bisa jadi hanya difokuskan buat sekedar memenuhi kebutuhan orang yg tidak terlalu fanatik dengan Radiohead tapi suka dengan materi album ini.
Bandingkan jika misalnya mereka merilis tiga versi ini sekaligus secara konvensional, dlm waktu yg bersamaan.Peluang seorang mengkonsumsi dua versi rilisan sekaligus lebih kecil. Seseorang yg sudah membeli versi fisik cdnya, pasti akan dengan mudah menggunakan fasilitas import music di Itunes dan sama sekali tidak melirik versi digitalnya.Begitu juga dengan boxsetnya. Baygkan kalau misalnya album ini jelek. Lalu orang yg sudah punya versi digital album ini tidak akan melirik boxsetnya dan lebih memilih versi generik. Itu juga sudah bagus.
Ya, Radiohead bisa bersikap seperti ini karena sekarang mereka tidak bekerja sama dengan sebuah label rekaman besar. Ya, dan itu Radiohead, band dengan nama yg sangat besar dan music yg menarik.Kasus nomor dua, Santamonica. Bagi aku, ini terobosan. Mereka berhasil menemukan sebuah strategi yg menurut aku cerdik. Baygkan saja, berapa banyak orang yg punya akses ke music mereka sebelum dirilis? yg ada di dlm baygan orang banyak hanya sosok Santamonica dengan EP 189 atau singel Anais Lullaby. Sementara, yg akan ada di album baru mereka lumayan mengagetkan. Bagi aku pribadi, mengagetkan dlm pengartian sangat bagus materinya.Trik ini adalah keuntungan. Pertama, mereka mengumpulkan uang terlebih dahulu. Tidak ada jaminan bagi orang banyak bahwa mereka akan mendapatkan sebuah rekaman yg sangat berkualitas dari materi. Karena mereka bukan membeli cd dengan dasar menyukai lagunya, tapi karena sosok Santamonica yg memang pencitraannya cukup misterius –dan mereka contoh yg baik buat pencitraan band. Kedua, dengan mengumpulkan uang di depan, mereka punya tabungan yg cukup jika misalnya mereka punya masalah dengan kondisi finansial. Ketiga, setidaknya ketika album ini sudah dirilis, angka penjualan pastinya sudah masuk, lewat proses pre order ini. Keempat, berharap saja respon pasar bagus dan semakin menyebarkan kabar bagus tentang band ini.Kasus Zeke and the Popo juga kurang lebih sama dengan apa yg dilakukan Santamonica. Bedanya, benefit yg mereka kasih adalah kaos.Kemudian, Starbucks dan KFC. Dua korporasi multinasional ini mencium peluang bahwa konsumen mereka merupakan pasar basah industri rekaman. Mereka mencium bahwa konsumen mereka punya kecenderungan buat punya keterbatasan waktu, sehingga mereka pro aktif menyediakan layanan. Ini prinsip dasar dunia ekonomi. buat Hear Music, Paul McCartney sendiri secara terbuka mengakui hal ini. Alasan utamanya bergabung dengan Hear Music adalah buat melakukan penetrasi pasar yg lebih tajam. Bukan orang yg mencari dirinya, tapi ia membantu orang menemukan dirinya. Itu alasan yg sangat masuk akal. Starbucks pun kini sudah menambah artis di dlm katalog mereka. aku tidak akan berkomentar terhadap apa yg dilakukan KFC. aku selalu percaya, sebuah rekaman akan punya cerita di pasar jika memang materinya punya kelebihan. Bahkan dlm kasus Kangen Band dan teman-temannya pun, band-band itu punya cerita lebih yg membuat mereka bisa berkiprah di industri ini. Nah, menurut aku, apa yg dilakukan KFC tidak cukup banyak punya cerita karena memang bahan dasarnya tidak cukup punya kapabilitas buat bisa bercerita. Sekarang tentang band aku, industri music yg kita cintai dengan penuh ketulusan ini, membuat band kami harus kehilangan 40% dari harga jual cd plus membeli lisensi stiker PPN dari pihak ketiga. Harga stiker lisensi PPN tidak pernah menjadi masalah karena memang itu aturan yg harus dikompromikan buat masuk ke dlm industri. Tapi, gimana dengan potongan 40% yg dikenakan oleh gerai besar agar barang kami bisa terpajang di sana? Jujur saja, peran gerai-gerai itu sangat besar buat penjualan cd. Ya, kami harus mengalah, tapi dengan memberikan solusi yg cukup masuk akal.Kami sangat mengerti betapa besar harga cd yg kami jual sekarang ini. Beberapa orang mungkin punya permasalahan dengan harga cd yg menurut mereka mahal, makanya kami datang dengan solusi murah ini. Kami mencoba buat mencari titik kompromi yg menguntungkan kedua belah pihak. Dengan menurunkan harga, kami tidak rugi karena masih ada pos potongan distribusi yg masih bisa dimanfaatkan. Keuntungan buat mereka yg membeli ketika kami bermain langsung? Sudah jelas, harganya lebih miring.
***
aku mengasumsikan bahwa orang yg membaca ini tahu dengan pasti bahwa industri rekaman kita secara umum sedang menuju kematian. Ini tidak hanya terjadi di Indonesia, tapi hampir di seluruh dunia.aku percaya, ntarnya yg akan bertahan adalah label-label rekaman dengan skala kecil yg punya konsumen dengan kategori loyalis. Mereka yg mengkonsumsi rekaman produksi perusahaan rekaman kecil ini cenderung berusaha sekuat tenaga buat membeli versi fisik rekaman yg diproduksi.Biasanya, label-label kecil ini punya permasalahan dengan akses. Banyak rekaman tidak diproduksi dlm jumlah yg sangat besar (besar = 1.000.000 kopi) dan juga tidak punya taring di kancah promosi yg sifatnya massal (televisi, radio, media cetak).
Secara psikologis, orang yg mendapatkan sebuah barang dengan pengorbanan maka akan menjadi lebih keras usahanya buat menjaga barang tersebut. Ini berlaku juga buat rekaman. Orang-orang ini dengan senang hati akan membeli bentuk fisik sebuah rekaman.
Tanya diri anda sendiri. aku tidak perlu memaparkan sebuah fakta yg sifatnya sangat analitis buat hal ini.Persoalan yg harus digarap sebuah kelompok music (beserta label rekaman mereka, jika memiliki label rekaman) adalah kreativitas strategi dagang. gimana mereka bisa bertahan dengan menggarap strategi jualan yg sesuai dengan keadaan menyedihkan sekarang.
aku sendiri jadi terprovokasi dengan berbagai kenyataan yg tersaji di depan aku itu. Sepertinya ini pekerjaan rumah yg baru. Semoga saja ntar bisa menemukan ide baru.
sumber : http://pelukislangit.multiply.com/journal/item/710
caranya : copy alamat downloadnya
(misal : http://www.4shared.com/mp3/AQ3fCUoD/03_Still_Im_Sure_We_Love_Again.htm )
paste kan ke dalam generator 4shared berikut
dan klik "generate link"