Sulap adalah seni yang menakjubkan bagi banyak orang. Masih ada orang yang memuja-muja Harry Houdini, sang ahli meloloskan diri. Mungkin kita juga masih ingat gegap gempitanya Jakarta ketika David Copperfield datang berkunjung dan menurunkan hujan salju. Banyak orang yang terheran-heran dengan sulap-jarak-dekatnya David Blaine. Bahkan ketika mulai bermunculan buku dan acara televisi yang mengupas rahasia di balik trik-trik sulap lama, kita tetap terpana oleh trik-trik baru yang lebih muskil diungkap dengan akal sehat yang sederhana. Meskipun muncul reaksi-reaksi seperti ”Ya ampun, ternyata cuma begitu doang toh,” atau ”Sial, gue ketipu. Begitu doang mah gue juga bisa,” dalam hati kecil kita tetap mengagumi kelihaian mereka, seperti dulu kita juga kagum melihat merpati keluar dari topi saat acara ulang tahun anak-anak.
Tentu dalam kekaguman itu ada satu pertanyaan mendasar yang keluar: ”Bagaimana mungkin mereka bisa melakukannya?” Ada bermacam-macam cara, mulai dari penggunaan benda-benda biasa yang sudah ’diakali’ sampai pemakaian kostum, set panggung, dan penghasil efek khusus. Namun yang menjadi andalan utama seorang pesulap sejati pada dasarnya hanyalah gerakan tangan, tubuh, dan kata-katanya. Juga pengetahuan akan mata dan pikiran manusia yang tidak sempurna. Baru-baru ini di YouTube muncul sebuah tayangan yang mengungkap rahasia di balik trik sulap mengubah warna kartu. Beberapa orang sudah membahasnya, dan saya juga akan membahasnya dari sudut pandang ilmu psikologi. Dalam tayangan yang akan saya cantumkan berikut ini, cobalah untuk terus awas dan menerka-nerka bagaimana si pesulap melakukan triknya sebelum ia mulai membahasnya.
(Peringatan 1: Di bawah ini saya akan mencantumkan tayangan dari Youtube sepanjang kira-kira 3 menit. Mungkin anda harus menunggu beberapa saat sebelum tayangan yang dimaksud diunduh seluruhnya.)
(Peringatan 2: Di bawah video tersebut, saya akan membahas isi tayangan yang bisa dikategorikan sebagai spoiler. Jika anda belum menonton tayangan tersebut dan membenci spoiler, anda tidak disarankan untuk membaca pembahasannya.)
Nah, bagaimana? Apakah anda memperhatikan trik yang dilakukan si pesulap sebelum ia mengungkapkannya di paruh kedua tayangan tersebut? Saya sendiri sejujurnya tidak menyadarinya. Kalau anda juga sama seperti saya, maka anda termasuk manusia normal yang memiliki kelemahan persepsi yang disebut dengan inattentional blindness. Inattentional blindness adalah sebuah fenomena di mana orang seolah-olah ’buta’ terhadap sesuatu yang berada di wilayah pandangannya dan jelas-jelas ia (mampu) melihatnya. ’Kebutaan’ ini disebabkan karena pada saat itu kita sedang tidak memperhatikan, atau perhatian kita sedang terpusat pada hal lain, sementara jangka perhatian kita terbatas. Kedengarannya sederhana dan lumrah terjadi, namun kalau anda sering merasa ’tertipu’ oleh trik-trik sulap (termasuk yang barusan anda tonton), mungkin anda akan merasa bodoh sendiri, ”Kok bisa ya saya sampai tidak menyadari hal segamblang itu?” Eksperimen berikut yang dilakukan Simons dan Chabris (1999) mungkin dapat memperjelas dampak yang sungguh-sungguh konyol ini.
Simons dan Chabris meminta 228 mahasiswanya untuk menonton sebuah tayangan sederhana yang memperlihatkan dua tim (tim ’hitam’ dan tim ’putih’) yang sedang melakukan passing bola ke rekan setimnya. Hitam 1 melakukan pass ke Hitam 2, Hitam 2 ke Hitam 3, kembali ke Hitam 1, dan begitu seterusnya (tim ’putih’ juga melakukan hal yang sama) selama 75 detik. Mereka kemudian memberi tugas pada peserta untuk menghitung (dalam hati), berapa jumlah pass yang dilakukan salah satu tim. Tugas yang lebih sulit juga diberikan pada kelompok lain untuk menghitung masing-masing jumlah aerial pass (pass yang diberikan langsung) dan bounce pass (pass dengan memantulkan bola ke lantai dulu). Yang tidak diketahui oleh para peserta adalah bahwa Simons dan Chabris menyelipkan ’sesuatu’ pada tayangan itu selama 5 detik: seorang wanita yang berpayungan untuk satu tayangan, dan seseorang berpakaian gorila untuk satu tayangan lagi.
gambar diambil dari Simon dan Chabris (1999)
Apakah anda melihat ada sesuatu yang tidak biasa pada tayangan barusan?
Pertanyaan awal itu diberikan pada para peserta setelah mereka menonton tayangan. Hasilnya mengejutkan: secara umum, 46% peserta tidak menyadari adanya kejanggalan dalam tayangan yang mereka tonton. Dan yang lebih mengherankan lagi, ’si gorila’ lebih tidak disadari oleh para peserta dibandingkan dengan ’wanita payung’ (44% versus 65%). Untuk melihat sejauh mana ’kebutaan’ ini dapat dipertahankan, Simons dan Chubris membuat rekaman tambahan ketiga, di mana si gorila berhenti di tengah, menatap kamera, dan memukul-mukul dadanya (durasi 9 detik). Dari 12 orang peserta baru, hanya 50% yang menyadari hal ini! Para peserta yang menonton lagi tayangan itu juga terheran-heran dengan ’kebutaan’ mereka, ”I missed that?!”
sumber http://popsy.wordpress.com/